Mengapa Harus Menulis?
Assalamu’alaikum.wr.wb. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.
Mengapa harus menulis? Hmm, sebuah pertanyaan yang sebenarnya bersifat retoris, namun banyak sekali orang yang gak tau dan gak ngerti harus jawab apa. Kalau melihat fakta lapangan, tidak banyak orang yang suka nulis. Jangankan nulis, orang yang suka baca aja jarang. Pantas aja Indonesia punya rapor merah dalam pengembangan minat baca masyarakat. Hmm, menarik juga.
Kalau saya katakan sejujurnya, Indonesia ini udah terlajur lupa sama kewajibannya untuk terus mengembangkan diri. Meski mengembangkan diri udah jadi salah satu opsi hak asasi manusia yang dipaksa masuk di UUD, nampaknya hal ini tidak bisa mengubah pola pikir masyarakat Indonesia. Kenapa ya?
Saat saya SMA saja, di sekolahku mungkin tidak lebih dari 50 orang dari 1000 siswa yang suka nulis. Dan, tidak lebih dari 10 orang yang berani mengungkapkan bahwa ia suka nulis. Saat ini, menulis seperti sudah dianggap sebagai hobi atau kebiasaan orang culun, yang mukanya gak ganteng, pake kacamatan, pake baju semi jojon, dan gak mau bergaul dengan masyarakat. Hadeuh.
Saya pernah bertanya kepada diri saya sendiri, ada apa dengan Indonesia? Negara yang gak bisa dibilang negara miskin, tapi gak bisa juga dibilang negara kaya, tepatnya negara sederhana, hehe. Indonesia bukan tidak punya toko buku, Indonesia bukan tidak punya toko buku murah. Udah banyak tuh toko buku yang menyediakan buku dengan harga jungkir balik, alias murah. Kalau di tempat tinggal saya, Bandung, itu ada yang namanya kompleks penjual buku Palasari. Disanan buku-buku dijual sangat murah, harga 50% lebih murah ketimbang toko modern. Mau? Yuk ke Bandung!
Menulis Bagi Saya
Bagi saya menulis adalah sebuah penerapan logika berpikir sederhana, yang semestinya udah nyangkut di otak-otak manusia Indonesia. Cukup sederhana sih pemikiran saya, kalau gak ada yang nulis, orang suka baca gak bisa baca karena kurangnya sumber. Akibatnya apa? Emang ngefek?
Ya ngefek banget lah, sekarang aja Indonesia gak maju-maju karena tingkatan minat bacanya udah rendah. ya, kalau orang nulis semakin sedikit, secara langsung akan berdampak pada tingkatan minat baca juga kan.
Meski begitu, saya sendiri merasakan ada yang berbeda dengan menulis. Menulis bisa kita jadikan sebagai sarana untuk menyalurkan opini, menyalurkan rasa, dan juga sebagai bahan melatih kemampuan menulis. Saya banyak mendapat poin lebih atas kegiatan ini. Nulis enggak bisa saya katakan sebagai hobi rendahan. Karena dari menulislah saya bisa menjadi orang sebesar ini.
Salah satu hal penting dari menulis, kita bisa merasakan kebebasan tiada batas. Kalau orang berpendapat secara langsung dengan lisan, mungkin aja banyak resiko dan banyak aturan yang harus dipenuhi. Kalau kita bicara dengan bahasa nyantei kayak gini, bisa-bisa saya dikatain orang gak berpendidikan, bahasanya gak baku!. Waduh. Apalagi kalau mau ngungkapin amarah, barangkali banyak orang yang merasa saya jahat.
Arsa, kamu jahat!
Hehe, bener gak sih?
Saat ini, menulis sudah jadi kebiasaan sehari-hari saya disamping kehidupan normal saya menjadi seorang pemuda lajang. Daripada nongkrong dengan temen gak karuan, yang nyatanya ngabisin duit saja. Lebih baik diam di rumah, berbagi pengetahuan dan ilmu kepada anak bangsa yang saat ini sedang berjuang mati-matian membangun bangsanya.
Saya pun percaya, kalau kewajiban mendakwahkan ayat-ayat Tuhan kepada manusia, tidak hanya harus dibangun dengan cara konvensional ceramah belaka. Saya percaya kalau menulis bisa mengantarkan jauh melampaui hal itu. Saya meyakini, satu pos blog ini bisa turut andil dalam proses evolusi peradaban manusia.
Hmm, bayangkan saja, betapa sia-sianya jika Muhammad Abduh Tuasikal, seorang mubaligh berilmu tinggi asal Gunung Kidul, gak punya bakat nulis. Mungkin rumaysho.com gak bakal ada. Dan umat islam Indonesia mungkin gak akan seperti sekarang, yang bisa dengan mudahnya mengakses ilmu-ilmu islam cukup dengan membuka Google. Setuju?
Menulis Semoga Bisa Membantu Saya Menjadi Orang Besar
Saya sering berfikir, ada apa dengan saya ini? Bagaimana tidak, saya pernah ditanya oleh seorang cewe, teman sekelas saya SMA.
Arsa, cita-cita kamu mau jadi apa?
Dan sontak saya menjawab dengan bangga ditambah sedikit malu-malu.
Jadi orang besar.
Memang hanya itulah yang ada di pikiran saya. Dari uyut saya, kakek, bapaku pun menginginkan keturunannya ada yang menjadi orang besar. Heheh, jangan pikir tubuh gue bakal jadi obesitas ya!
Ketika hal itu sudah saya teguhkan sebagai cita-cita, maka semangat harus dikobarkan menjadi jalan untuk menapakinya. Saya harus membangun diri saya! Ya!
Hmm, salah satunya dengan menulis ini. Semoga dengan menulis, tata bahasaku semakin terlatih, semakin terasah, semakin kuat, semakin tegas bak perkataan soekarno, semakin lembut seperti kelembutan kata Rasulullah. Semoga saja ya…
Menulis Karena Prihatin
Saya tidak dilahirkan di keluarga kaya raya, gak juga terlahir di keluarga priyai. Saya menyadari itu, dan saya pun sadar kalau di negeri ini masih banyak banget orang yang jauh-jauh lebih prihatin ketimbang saya. Di pelosok negeri jangankan bisa jadi kaya, baca blog saya aja barangkali gak bisa. Yaah, karena gak punya handphone kali, gak punya akses internet kali, atau bahkan karena mereka gak bisa baca.
Perasaan saya begitu terhujam, ketika saya yang menyukai kegiatan membaca, gak bisa beli semua buku yang saya mau. Rasanya susah beli satu buku doang. Mahal!
Ya, semoga dengan menulis, apalagi saya sukanya nulis di blog, bisa membantu kawan-kawan saya yang gak bisa beli buku. Semoga dengan akses internet aja, ilmu yang didapat bisa sama dengan membaca buku mahal. Amin.
Menulislah
Kalau Sahabat satu pikiran dengan saya, saya harap kamu juga bisa turut andil dalam kegiatan kecil yang bermanfaat ini. Ya, ikut menulis. Kalau bisa nulisnya di blog, supaya saya bisa baca tulisan kamu.
Semoga bermanfaat. Segala puji bagi Allah. Assalamu’alaikum.wr.wb.